Di depan gerbang Pondok Pesantren As’ad, ada sepasang suami istri dan seorang putrinya yang sedang berbincang.
“Umi yakin Kia pasti bisa mondok dan menjadi santri yang baik” ucap ibu yang sedang membujuk putrinya agar mau tinggal di pesantren.
“Tapi Umi, Kia itu mau jadi penulis juga, kalau Kia di Pondok gimana cara Kia bisa jadi penulis?” rengek kia.
“Umi tau, lebih baik sekarang Kia focus dulu untuk mondok dan belajar agama, setelah itu baru Kia focus untuk jadi penulis” Nasihat ibunya.
“katanya Kia mau jadi kayak kak Lala yang paham agama” tambah ibunya.
Kia masih merengek-rengak untuk tidak mau mondok di pesantren. Tapi, nasihat ibunya berhasil membuat hati Kia luluh dan ia mau masuk di Pondok. Setelah lama membujuk Kia, mereka pun masuk di lingkungan pondok, terlihat banyak para santri yang sedang melaksanakan ekskul. mereka terus melewati lapangan itu sampai akhirnya mereka sampai di rumah seorang Ustad. Kebetulan sekali pagi itu sang ustadz sedang berjalan-jalan santai dengan kedua putrinya yang masih kecil. Ayah Kia pun kemudian menghampiri ustadz tersebut, Ustadz Safaruddin.
“Assalamualaikum Ustadz” Ayah Kia mengulurkan tangan kepada Ustadz untuk bersalaman.
“wa’alaikumussalam” ustadz pun menyambut uluran tangan ayah Kia
“Ustadz, Tujuan saya kesini adalah ingin memperkenalkan anak saya yang ingin saya pondokkan disini ustadz” jelas ayah Kia.
“Oh, ya pak. Silahkan masuk dulu pak, buk” ustadz Safarudin mempersilahkan mereka untuk masuk kerumahnya. Kemudian, ustadz menelpon seseorang dan meminta untuk orang tersebut datang kerumahnya.
“Abis ini kamu masuk ke Asrama, nanti ada Ustadzah yang ngantar kamu,” ucap ustadz Safar kepada Kia. Benar saja tak lama kemudian datang seorang wanita berpakaian syar’i yang datang kerumah ustadz, Namanya Ustadzah Ayuni.
“saya nitip anak saya ya Ustadzah” ucap ibu Kia.
“iya bu, ayo nak kita ke Asrama” ajak ustadzah.
“Umi, Kia belum mau ke Asrama” rengek Kia sambal memegang tangan ibunya.
“gak apa-apa, minggu depan umi kesini lagi jenguk kamu”, ucap ibu Kia.
“Gimana? Mau masuk sekarang?” tanya ustadzah Ayuni dengan senyum ramah.
Kia mengangguk pelan. Kia pun berjalan mengikuti Langkah Ustadzah Ayuni yang hendak memasuki Kawasan Asrama putri, sebelumnya Kia menyalami kedua orang tuanya terlebih dahulu.
“Kia pasti bisa disini, Kia pasti bisa pintar agama dan Kia juga bisa jadi penulis” ucap ibu yang menyemangati Kia.
Kia mengangguk dengan senyuman yang sedikit terpaksa, kemudian ia masuk ke asrama dan berjalan sejajar dengan ustadzah Ayuni sambil menyandang tas ransel dan menyeret kopernya.
“bismillah” batin Kia sambil melangkah masuk ke Asrama. Kia sebelumnya bersekolah di SMAN, tapi ia dipindahkan ke pesantren karena kedua orang tuanya takut dengan pergaulan bebas di luar sana.
Dua minggu berlalu, Kia masih dalam masa beradaptasi di Asrama. Tapi, Kia sudah mendapatkan sahabat bernama Fatimah. Sehari-hari Kia bercerita pada sahabatnya Fatimah, kia juga bercerita bahwa ia bercita-cita ingin menjadi seorang penulis.
“Seluruh santri di Asrama, siap-siap ke musholah sekarang!” ucap pengurus yang mengintruksikan kepada para santri untuk bersiap-siap sholat Ashar. Kebetulan hari ini merupakan jadwal piket Kia dan ia harus membersihkan kamarnya berdua bersama Mona. Tapi, Mona hanya menyusun bantal-bantal yang baru saja dipakai teman-temannya, setelah itu ia pergi meninggalkan Kia sendirian. Kia semakin mempercepat geraknya bersih-bersih, setelah itu ia langsung keluar dari asrama.
“Kenapa telat?” tanya mudabbiroh yang berdiri di gerbang. “tau hitungan sudah habis?” tanyanya lagi.
“Piket kamar Ukhti” jawab Kia merunduk
“Jalan jongkok dari sini sampai pohon itu” perintah mudabbiroh itu. Kia melaksanakan hukuman itu, setalah itu ia berwudhu dan sholat.
Dua bulan berlalu, malam hari kia merebahkan tubuhnya di lantai sekedar untuk beristirahat. Kemudian Fatimah mendatanginya dengan sangat riang.
“KIA!” panggil Fatimah yang duduk disampingnya.
“kenapa sih ngagetin?” tanya Kia.
“ini berita bagus” ucap Fatimah.
“Jurnalistik ngadain lomba, nah disitu ada lomba menulis” ucap Fatimah
Kia yang mendengarnya langsung terduduk dengan mata terbelelak “ Serius?” tanya Kia. Fatimah mengangguk cepat “pokoknya Kia harus ikut” pinta Fatimah.
Kia mengangguk exited dengan senyuman merekah.
“Kia harus bisa jadi Juara, hobby Kia gek boleh sia-sia gitu aja” ucap Kia menyemangati dirinya. “Makasih”.
Tibalah dimana hari perlombaan akan dimulai, Kia yang sudah tiba di ruang lomba pun sudah siap mengerjakan tugas yang akan ia tulis. Para peserta lomba pun juga terlihat sangat semangat, mereka menulis karya mereka masing-masing, sampai selesai.
“Silahkan para peserta agar mengumpulkan kertas kalian masing-masing karna waktu sudah habis” ucap panitia.
Seluruh peserta pun mengumpulkan kertas karya tulisan masing-masing dan Kembali ke asrama seusai perlombaan.
“Kia tadi ustadzah nitip amanah, kata beliau kamu disuruh ke kamar ustadzah nemuin beliau” ucap seorang yang bersimpangan dengan Kia.
Kia mengangguk faham, lalu ia pun pergi ke kamar ustadzah. Kia mengucap salam, kemudian dipersilahkan masuk.
“Ibu kamu sakit nak, nanti ayah kamu jemput kamu, jadi bersiaplah sekarang” ucap Ustadzah. Tubuh Kia terasa sangat lemas mendengar kabar itu, Kia pun Kembali kekamarnya dalam keadaan menangis.
“Kia kenapa?” tanya Fatimah.
“Umi Kia sakit” Jawab Kia singkat.
“Sabar ya Kia, Fatimah yakin Umi Kia pasti cepat sehat, dan Fatimah juga yakin Kia pasti menang lomba menulis, dan bisa buat bangga Umi Kia” ucap Fatimah menyemangati Kia.
Benar saja tak lama ayah Kia datang menjemputya untuk pulang ke rumah, tiga hari berselang semenjak Kia pulang kampung, akhirnya Kia pulang kembali ke pesantren, ibunya pun sudah Kembali sehat. Sesaat hendak melangkahkan kaki menuju ke asrama, dari kejauhan terlihat Fatimah yang berlari menghampirinya membawa tropi dan piagam, Kia mengembangkan senyum.
“Selamat Kia !” ucap Fatimah sangat riang.
“Selamat apaan?” tanya kia.
“Selamat menang lomba menulisnya, dapet juara satu loh, kemarin Fatimah yang mewakilin ambilnya hehe, jadi malu” ucap Fatimah sambil menyodorkan tropi dan piagamnya.
“Wah! Makasih” ucap Kia dengan penuh semangat.
“Umi, ini semua karena do’a umi dan abi, Kia tetap bisa jadi penulis walaupun kia di pesantren” ucap Kia pada ibunya.
“Pesantren itu gak akan pernah bawa kesan buruk bagi seseorang, apalagi kalau ditekuni” ucap ibu Kia.
“Makasih ya Umi dan Abi selalu support Kia, Fatimah juga selalu ada untuk Kia, Kia gak akan pernah nyesel Mondok di Pesantren ini” ucap kia sangat riang.
*Shofa Ainun Nisa
Santri kelas X Madrasah Aliyah Pondok Pesantren As’ad